Dear good people, siapa yang rumahnya selalu bersih, rapi dan kinclong? Yang pasti saya belum bisa seperti itu karena saya belum bisa telaten yang namanya beres-beres rumah. Jadi kalau ada voucher gofud atau goklin, saya akan minta voucher goklin haha. Inget waktu belanja di pasar, ada seorang Ibu yang bingung mau masak apa karena anak-anaknya doyan nge-gofud hmmm saya malah kangen banget masakan mama, maklum meskipun gofud itu enak dan praktis tapi saya yang introvert tapi cenderung ambivert juga sih lebih suka masak daripada beres-beres rumah haha.
Waktu kuliah, sahabat saya yang jebolan Pesantren itu lemari bajunya rapi banget banget, katanya teknik beresin baju itu diajarin dari zaman beliau pesantren. Duh, kalau saya kayak gitu bakal dipuji habis-habisan sama orang tua. Secara rumah orang tua itu selalu bersih dan rapi. Mama saya itu orangnya extrovert suka Beres-beres, saking perfectionist-nya, sampe stress sendiri kalau ada yang gak rapi, cape kan ya. Pas datang ke kediaman kami pun, bukan hal aneh lagi kalau kami di protes karena nggak bisa beres-beres.
Sebenarnya, kehadiran Gen yang makin aktif, suka penasaran mengambil barang dan kami harus mengamankan barang tersebut ke atas lemari yang tak terjangkau oleh Gen bukan alasan ruangan jadi makin amburadul. Siapa sih yang nggak mau rumah selalu bersih dan rapi? Tapi kami juga nggak mau sampai stress yang mengakibatkan "playground" Gen jadi terbatas. Jadi, kapan beresnya nih? Ya, sesempatnya saja, yang penting, aman, di sapu beberapa kali setiap hari, di pel beberapa kali seminggu biar bersih. Soal peletakan benda yang masih abstrak kelihatannya biarkan menjadi ciri kalau rumah kami dihuni juga oleh langkah mungil tak berdosa. Toh, suatu saat nanti ada waktunya kami mengajak anak beres-beres bersama, sekarang saja Gen sudah bisa disuruh dan merapikan mainannya sendiri, yeay.
Kami memiliki mimpi kalau punya rumah itu harus ada ruangan untuk berkarya. Sudah tiga kali pindah-pindah ruang Seni untuk impian kami membangun Sekolah Seni. Tapi karena saya hamil dan punya anak juga suatu hal tak terduga, akhirnya ruangan Seni itu tidak ada lagi, sedih sih karena kami sudah mengularkan uang, tenaga, serta waktu. Yang paling saya pikirkan adalah perasaan Suami. Hidupnya di musik, harus ada ruangan untuk menyimpan alat musiknya yang tidak seenteng alat untuk melukis dan menggambar. Itulah alasan kenapa saya masih disini, karena yang saya pikirkan hanya bagaimana Suami berkarya. Biarlah saya menjadi Istri solehat, yang penting Suami bisa sukses dan bahagia bersama mimpi-mimpinya.
Kami memiliki mimpi kalau punya rumah itu harus ada ruangan untuk berkarya. Sudah tiga kali pindah-pindah ruang Seni untuk impian kami membangun Sekolah Seni. Tapi karena saya hamil dan punya anak juga suatu hal tak terduga, akhirnya ruangan Seni itu tidak ada lagi, sedih sih karena kami sudah mengularkan uang, tenaga, serta waktu. Yang paling saya pikirkan adalah perasaan Suami. Hidupnya di musik, harus ada ruangan untuk menyimpan alat musiknya yang tidak seenteng alat untuk melukis dan menggambar. Itulah alasan kenapa saya masih disini, karena yang saya pikirkan hanya bagaimana Suami berkarya. Biarlah saya menjadi Istri solehat, yang penting Suami bisa sukses dan bahagia bersama mimpi-mimpinya.
Saya tidak menggambar dulu nggak apa-apa karena menyusui Gen hanya dua tahun, sedangkan berkarya bisa dimulai kapan saja. Ada dua teman Instagram saya yang merupakan Dokter yang sudah memiliki dua anak, beliau-beliau ini tidak praktik, malah jadi Supir pribadi dan Ibu rumah tangga saja, kemudian saya minta tips berkarya untuk Emak-emak seperti saya dan saya mendapat nasihat agar menikmati masa-masa uyel-uyel sama anak, apalagi anak lelaki yang sudah gede mana mau di uyel-uyel Maminya, hihi iya juga ya. Toh beliau pun kini bisa melukis setiap hari karena telah melewati masa uyel-uyel bersama anak sampai puas sekali.
Kini semuanya kembali ke titik nol, beres-beres lagi. Bagaimana caranya agar alat-alat musik tersebut berbaur bersama ruangan nonton, tempat Gen main dan dapur, hidup kayak Bule lah, di luar negeri juga kayak gini, tinggal di flat sempit hehe. Iya, kami punya tiga ruangan yaitu kamar tidur, ruang tengah untuk menonton dan dapur serta taman yang menyatu dengan tempat cuci-cuci. Kemarin akhirnya ide untuk menyetel Keyboard dekat rak buku teralisasi. Sayang saja kalau Keyboard nggak dipakai, saya kan ingin banget bisa main Keyboard agar nanti kalau Papi main Angklung keliling dunia, saya bisa ikut mengiringi, aamiin. Dengan adanya Keyboard, memudahkan Gen untuk belajar musik, entah dia akan jadi Pianis seperti Joy Alexander atau tidak, kami ingin menstimulasi kecerdasan musikal nya agar Gen bisa memainkan alat musik sejak dini.
Setelah membereskan alat musik, ruangan kami terasa semakin luas meskipun belum instagenic karena rak buku yang menampung perintilan alat gambar saya belum dibereskan. Rencananya kami akan menyumbangkan buku-buku tersebut agar dibaca orang, lebih baik buku lecek dibaca daripada rapi nggak ada yang baca. Gen juga seneng banget bisa main Keyboard. Gen memang memiliki minat sih pada musik. karena kalau diajak ke Toko mainan pasti mintanya Gitar, padahal di rumah juga sudah ada.
Semoga Gen mau belajar seni sama Mami Papinya ya soalnya tantangan banget nih. Biasanya anak kan agak susah ya latihan sama orang tuanya sendiri, banyak lho murid gambar saya itu anak Dosen Arsitektur atau pernah kuliah Desain Komunikasi Visual. Setelah berpikir, saya jadi yakin kalau ruangan untuk berkarya itu adalah diri sendiri. Mau ruangan besar, mau ruangan kecil, berkarya itu kita yang ciptakan. Apalagi di zaman digital seperti sekarang, ruang untuk pamer karya di dunia virtual semakin terbuka lebar, tinggal mau atau tidak nya saja.
Sekarang setelah makan malam, kami akan quality time, bermain musik bersama Gen, mobile blogging saat Gen tidur saja biar nggak kepo sama hp hehe. Ternyata main musik itu susah ya, salut banget sama Orang tua yang nge-les-in anaknya walau agak maksa, tapi percayalah Nak, memiliki banyak skill akan membuat kamu survive di dunia ini. Cerita saja, Suaminya Vika Ratu Tips itu waktu TK di les-in Piano sama Orang tuanya, cuma sebentar tapi sampai sekarang beliau bisa bermain musik, lulus dari ITB pula. Kalau Suami, sama seperti saya tidak di les-in sama orang tua karena pola pikir orang tua waktu itu berbeda dengan kita sekarang, jadi bakat kami memang gift dari Tuhan. Sekarang Suami bisa mengajar privat musik anak di Bandung Barat - Cimahi sampai melatih Angklung anak PAUD sampai para Pejabat. Bila teman-teman yang berminat les musik tanpa grade, silakan hubungi saya atau Ringga Hardika ya. Selamat beres-beres rumah, jangan menua tanpa berkaryađź’› dan apakah di rumah kalian ada spot khusus untuk berkarya?.
Read more :
Sungguh postingan yang memicu semangat untuk kembali terus berkarya. Sempat lupa ingin berkarya apa apa, tetapi setelah membaca postingan ini, seolah kembali diingatkan lagi dan terbawa semangat.
ReplyDeleteJangan menua tanpa berkarya. Slogan yang bagus :)
Masama
DeleteAmin ya robbal alamin, semoga Gen menjadi penerus untuk berkarya selalu ya Mami sandra! Semangat untuk selalu berkarya selagi napas berdetak hehee
ReplyDeleteAmin amin, mudah2an Gen juga berbakat seperti mami & papinya ya.
ReplyDeleteAku setuju bgt loh dgn kalimat closing yg luar biasa, jgn menua tanpa berkarya.
Jd motivasi bgt mami
Iya beb
Deleteaku kok entah kenapa ya nggak ada jiwanya hias-hias rumah. doyan lihat punya orang doang. giliran rumah sendiri seadanya. aja. heu
ReplyDeleteHahha banyak maunya kitaa
DeleteSetuju mbak sandra....
ReplyDeleteRuang untuk berkarya dan pamer karya terbuka lebar..����
Iya mba artist
Deletesetuju sekali, tetap punya karya dan jangan pernah berhenti
ReplyDeleteGaspol
DeleteSemangat beberesnya mbk. Semangat jga buat uyel-uyelan sama anak sebelum anaknya gmau diuyel-uyel maminya. Hehe. Makasih sharingnya mbk, jadi pengen punya ruang karya jg. Salam, muthihauradotcom
ReplyDeleteSalam kenal juga mba
Delete